BAB II
PEMBAHASAN
A. Muncul dan Berkembanganya Teori Humanistik
Teori Humanistik berkembang sekitar tahun 1950-an sebagai teori menantang teori-teori psikoanalisis dan behavirioristik. Serangan humanistik terhadap dua teori ini, adalah bahwa kedua-duanya bersifat “dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia). Teori Freud dikritik, karena memandang tingkah laku manusia didominasi atau ditentukan oleh dorongan yang bersifat primitive, dan animalistic (hewani). Sementara behavioristik dikritik, karena teori ini terlalu asyik penelitian terhadap binatang, dan menganalisis kepribadian secara pragmentaris. Kedua teori ini dikritik, karena memandang manusia sebagai bidak atau pion yang tak berdaya control lingkungan dan masa lalu, dan sedikit sekali kemampuan untuk mengarahkan diri.
Teori Humanistik dipandang sebagai “third force” (kekuatan ketiga) dalam psikologi, dan merupakan alternative dari kedua kekuatan yang dewasa ini dominan (psikoanalisis dan behavioristik). Kekuatan ketiga ini disebut humanistik, karena memiliki minat eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistik dapat diartikan sebagai “Orientasi teoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk mengembangkannya dirinya”.
Para ahli psikologi humanistic mempunyai perhatian terhadap isu-isu penting tentang eksistensi manusia, seperti : cinta, kreativitas, kesendirian, dan perkembangan diri. Mereka tidak menyakini bahwa manusia dapat mempelajari sesuatu tentang kondisi manusia melalui penelitian terhadap binatang. Para ahli teori humanistic memiliki pandangan yang optimistic terhadap hakikat manusia. Mereka menyakini bahwa :
1. Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri
2. Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah lakunya, dalam hal ini manusia bukan pion yang diatur sepenuhnya oleh lingkungan dan
3. Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak tidak kuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irasional, dan konflik.
Para ahli teori ini juga berpendapat bahwa pandangan manusia tentang dunia bersifat subjektif lebih penting dari realitas objektif. Jika anda berpikir bahwa anda bersifat sederhana (homely), cerdas (bright), atau pandai bergaul (sociable), maka keyakinan-keyakinan ini akan lebih mempengaruhi tingkah laku anda dari pada realitas aktual tentang ketiga sifat tersebut.
B. Para Ahli Teori Humanistik
Diantara para ahli teori humanistik dipandang paling berpengaruh adalah Carl R. Rogers dan Abraham Maslow.
1. Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pu n belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun 1927, Rogers bekerjadi Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benan merahyang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak.
Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadiprofesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien.
a. Konstruk (Aspek-aspek) Kepribadian
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya : Organisme, Medan fenomena, dan self.
1. Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal :
• Mahkluk hidup
Organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal
• Realitas Subyektif
Organisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
• Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Self (diri)
Self merupakan konstruk utama dalam teori kepribadian Rogers, yang dewasa ini dikenal dengan “self concept” (konsep diri). Rogers mengartikannya sebagai “persepsi tentang karakteristik ‘I’ atau ‘Me’ dan persepsi tentang hubungan ‘I’ dan ‘Me’ dengan orang lain atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang terkait dengan persepsi tersebut”.
Hubungan antara “self concept” dengan organisme (actual experience) terjadi dalam dua kemungkinan, yaitu “congruence” atau “incogruence”. Kedua kemungkinan hubungan ini menentukan perkembangan kematangan, penyesuaian (adjustment) dan kesehatn mental (mental health) seseorang.
Apabila antara “self concept” dengan organisme terjadi kecocokan maka hubungan itu disebut kongruen, tetapi apabila terjadi diskrepansi (ketidak cocokan) maka hubungan itu disebut inkongruen. Contoh yang ingkongruen : anda mungkin meyakini bahwa secara akademik anda seseorang yang cerdas (self consef), namun ternyata nilai-nilai yang anda peroleh sebaliknya (organisme atau pengalaman kenyataan).
Menurut Carl Rogers ada beberapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
1. Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada.
Ada 3 tingkat kesadaran :
- Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
- Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh struktur diri.
- Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
2. Kebutuhan
- Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan, sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.
- Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.
- Penghargaan positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.
- Penghargaan diri yang positif (positive self-regard )
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.
3. Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
- Ada ketidakseimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
- Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.
- Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak menjadi ancaman.
Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten.
Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.
Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus menerus dan akhirnya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul mendadak atau dapat pula muncul bertahap.
2. Dinamika Kepribadian
Rogers meyakini bahwa manusia dimotivasi oleh kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktulisasikan, memelihara, dan meningkatkan dirinya.
1. Penerimaan Positif (Positive Regard) → Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif kepada orang lain.
2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence) → organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
3. Aktualisasi Diri (Self Actualization) → Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi : yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).
3. Perkembangan Kepribadian
Rogers tidak mengemukakan tahapan (stages) dalam perekembangan keperibadian. Dia lebih tertarik kepada cara-cara orang lain (orang tua) menilai anak, atau sikap dan perlakuan orang tua (terutama ibu) terhadap anak. Jika orang tua tidak mencurahkan “positive regard” (penerimaan, dan cinta kasih) bahkan menampilkan sikap penolakkan terhadap anak, maka kecenderungan bawaan aanak untuk mengaktualisasikan dirinya menjadi terhambat. Anak mempersepsi penolakkan orang tua terhadap tingkah lakunya sebagai penolakan terhadap perkembangan “self concept” nya yang baru. Apabila hal itu sering terjadi, anak akan mogok untuk berusaha mengaktualisasikan dirinya.
2. Abraham Maslow
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Oleh karena eksistensialisme menekankan pada anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya, maka pandangan-pandangan eksistensialisme menarik bagi para ahli psikologi humanistic dan selanjutnya dijadikan landasan teori psikologi humanistic Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistic yang dikembangkan oleh Maslow adalah sebagai berikut :
1. Prisnsip Holistik
Menurut Maslow, Holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkahlaku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangakaian bagian atau komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsure yang terpisah tetapi bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi pada bagian yang satu akan mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistic dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
a. Kepribadian normal ditandai dengan unitas, intergrasi, konsistensi, dan koherensi. Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasi adalah keadaan patologis (sakit)
b. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi.
c. Organisme memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.
d. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal aktif bersifat minimal. Potensi organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
2. Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang sadar, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
3. Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi suatu yang lain dari yang sebelumnya (becoming).
4. Individu sebagai keseluruan yang integral, khas dan terorganisasi
5. Manusia pada dasarnya miliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
6. Manusia memiliki potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
7. Self-fulfillment merupakan tema utama dalam hidup manusia
a. Hiraki Kebutuhan
Maslow berpendapat bahwa motivasi manusia diorganisasikan ke dalam sebuah hirarki kebutuhanh yaitu suatu susunan kebutuhan yang sistematis, suatu kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum kebutuhan dasar lainnya muncul. Kebutuhan ini bersifat instrinktif yang mengaktifkan atau mengarahkan perilaku perilaku manusia. Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai berikut
a). Kebutuhan-kebutuhan Fisiologis
b). Kebutuhan Rasa Aman
c). Kebutuhan akan Cinta dan memiliki
d). Kebutuhan akan Harga Diri
e. Kebutuhan akan Kognitif
f). Kebutuhan Estetika
g). Kebutuhan Aktualisasi Diri
b. Kepribadian yang sehat
Maslow berpendapat bahwa seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila dia telah mampu untuk mengaktualisasikan dirinya secara penuh (self-actualizing person). Sementara motivasi bagi orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya, dia namai D-motivation atau Deficiency. Tipe motivasi ini cenderung mengejar hal yang khusus untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya, seperti mencari makanan untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya, seperti mencari makanan untuk memenuhi rasa lapar.
Terkait dengan metaneeds, Maslow selanjutnya mengatakan bahwa kegagalan dalam memuaskannya akan berdampak kurang baik bagi individu, sebab dapat menggagalkan pemuasan kebutuhan yang lainnya, dan juga melahirkan metapatologi yang dapat merintangi perkembangannya. Metapatologi merintangi self-actualizers untuk mengekspresikan, menggunakan, memenuhi potensinya, merasa tidak berdaya, dan depresi. Individu tidak mampu mengindentifikasi sumber penyebab khusus dari masalah yang dihadapinya dan usaha untuk mengatasinya.
Berikut ini dikemukakan mengenai ciri-ciri dari metaneeds dan metapatologis.
Metaneeds Metapatologis
1. Sikap Percaya 1. Tidak percaya, sinis, dan skeptic
2. Bijak dan baik 2. Benci dan memuakkan
3. Indah (estetis)) 3. Vulgar dan Mati Rasa
4. Kesatuan (menyeluruh) 4. Disintegrasi
5. Enerjik dan Optimis 5. Kehilangan semangat hidup, pasif, dan pesimis
6. Pasti 6. Kacau dan tidak dapat diprediksi
7. Lengkap 7. Tidak lengkap dan tidak tuntas
8. Adil dan altruis 8. Suka marah-marah, tidak adil, dan egois
9. Berani 9. Rasa tidak aman dan memerlukan bantuan
10. Sederhana (simple) 10. Sangat kompleks dan membingungkan
11. Bertanggung Jawab 11. Tidak bertanggung jawab
12. Penuh Makna 12. Tidak tahu makna kehidupan, kehilangan harapan dan putus asa
Mengenai self-actualizing person, atau orang yang sehat mentalnya, Maslow mengemukakan ciri-cirinya sebagai berikut.
1). Mempersepsi kehidupan atau dunianya sebagaimana apa adanya, dan merasa nyaman dalam menjalaninya.
2). Menerima dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya
3). Bersikap spontan, sederhana, alami, bersikap jujur, tidak dibuat-buat dan terbuka
4). Mempunyai komintmen atau dedikasi untuk memecahkan masalah diluar dirinya (yang dialami orang lain)
5). Bersikap mandiri atau independent
6). Memiliki apresisasi yang segar terhadap lingkungan di sekitarnya
7). Mencapai puncak pengalaman yaitu suatu keadaan seseorang yang mengalami kegembiraan yang luar biasa. Pengalaman ini cenderung lebih bersifat mistik atau keagamaan.
8). Memiliki minat sosial : simpati, empati, dan alturis
9). Sangat senang menjalin hubungan intpersonal (persahabatan atau persaudaraan) dengan orang lain.
10). Kreatif (fleksibel, spontan, terbuka, dan tidak takut salah).
C. Pandangan serta kritik humanisme
• Behaviorisme : Bersifat mekanis , mementingkan masa lalu.Berbeda dengan aliran humanistic. Menurut aliran humanistik : individu itu cenderung mempunyai kemampuan / keinginan untuk berkembang dan percaya pada kodrat biologis dan ciri- lingungan tidak menekankan pada tingkah laku yang nampak dan menggunakan metode obyektif seperti halnya aliran behaviorisme.
• Psikoanalisa : Aliran humanistik tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam aliran humanistik individu itu memiliki sifat yang optimistik, dan apabila pada psikoanalisa freud menekankan pada masa lalu,karena dalam behaviorisme percaya pada kodrati individu. Manusia berkembang dengan potensi yang dimilikinya . tidak mengabaikan potensi seperti aliran psikoanalisis.
Kritik pada Teori Humanistik
Teori humanistik mempunyai pengaruh yang signifikan pada ilmu psikologi dan budaya populer. Sekarang ini banyak psikolog yang menerima gagasan ini ketika teori tersebut membahas tentang kepribadian, pengalaman subjektif manusia mempunyai bobot yang lebih tinggi daripada relitas objektif. Psikolog humanistik yang terfokus pada manusia sehatm daripada manusia yang bermasalah, juga telah menjadi suatu kontribusi yang bermanfaat.
Meskipun demikian, kritik dari teori humanistik tetap mempunyai beberapa argumentasi:
• Teori humanistik terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
• Teori humanistik, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan mudah
• Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif. Beberapa kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai dan idealisme Maslow sendiri.
• Psikologi humanistik mengalami pembiasaan terhadap nilai individualistis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar